Tiga Kata Sakti Tentang Pelaporan Data Akademik

EPSBED, Layar Biru, dan SK 034. Tiga kata tersebut dahulu menjadi penguat tekad UGM pada awal 2003 untuk membentuk unit usaha PT. Gamatechno Indonesia; perusahaan penyedia solusi TIK terintegrasi untuk perguruan tinggi. Tiga kata sakti ini adalah tentang inisiatif atau program pendidikan tinggi (Dikti) untuk mendapatkan laporan komprehensif persemester dari setiap program studi di perguruan tinggi. Evolving, terus berubah serta menjadi ruh pengembangan gtAkademik dan Academica (yang kemudian re-branded menjadi eCampuz).

Seiring waktu, format dan luasan laporan ini berkembang. Kini dikenal dengan PDDikti (Pangkalan Data Pendidikan Tinggi). Feeder DIKTI yang ada di dalamnya menjadi alat perangkat lunak yang mengantarmukai aktivitas pelaporan. Kami mewawancarai lead product development Feeder eCampuz, yaitu Mas Rabiul Akhirin, dipanggil Roby beberapa waktu lalu untuk berbagi knowledge dan kesannya. Semoga kompilasi cerita ini menginspirasi Anda. 

Pelaporan Akademik dari Masa ke Masa

Mas Roby, memulai keterlibatannya di bagian product development untuk compliance ke Layar Biru pada 2007 berlanjut hingga 2015. Diawali sejak perilisan PDDikti Feeder, Mas Roby bukanlah wajah baru di tim inti solusi eCampuz. Sempat juga beliau mengalami masa transisi penggunaan Web Loader (sebelum rilis PDDikti Feeder). 

Pada masa Web Loader, kampus mengakses ke sistem Pusat kemudian mengunggah berkas laporannya ke sana. Sebelum itu, ada EPSBED yang menggunakan berkas berekstensi DBF, dimasukkan ke dalam aplikasi EPBSED, locally, lalu dikirim ke Pusat (bisa langsung ke Jakarta), atau via Kopertis (sekarang LLDIKTI).

Yang terkini adalah PDDikti Feeder, kampus memasang aplikasi tersebut di perangkat lokal. Memasukkan data pada perangkat lokal (terdapat borang yang telah disediakan), kemudian disinkronisasi ke Pusat. PDDikti Feeder juga melengkapi dirinya dengan API, sehingga memungkinkan integrasi data dengan aplikasi akademik kampus. Bicara mengenai pemanfaatan API inilah, eCampuz mengembangkan integrator  yang kami namai eFeeder.

eFeeder menghubungkan aplikasi eAkademik ke PDDikti Feeder, sehingga tidak perlu entry ulang. Kalau bahasa kerennya sebagai middleware alias jembatan. 

Amatan Sikap Kampus untuk Pelaporan PDDikti

Menurut mas Roby, dalam menyikapi pelaporan DIKTI, kampus itu terbagi menjadi 4:

1. Manual

Kampus menggunakan PDDikti secara manual, input data satu per satu. Langkah ini tepat bilamana cacah mahasiswa nya 200-an, prodinya hanya 1 atau 2. Tanpa aplikasi pun bisa berhasil tanpa ada masalah.

2. Semi Manual Menggunakan Aplikasi Integrator Gratis

Kampus memiliki aplikasi akademik dan menggunakan aplikasi integrator gratis yang biasanya dikembangkan secara sukarela oleh operator lain. Kampus mengekspor data dari siakad, kemudian mengimpor ke aplikasi integrator tersebut. Integrasinya semi manual dan hal ini menjadi pekerjaan tersendiri karena data yang diekspor harus menyesuaikan format data di XLS dari aplikasi integrator tersebut. Dan hal itu adalah kendala pertama. Kendala berikutnya adalah jaminan keberlanjutan update aplikasi integrator. Bisa jadi updatenya lambat atau sang pemilik tidak berkenan lagi membaginya.  

3. Mandiri Mengembangkan Aplikasi Integrator Sendiri

Kampus mengembangkan sendiri integrator mereka. Syaratnya tentu saja, harus punya programmer sendiri. Tidak semua kampus besar punya tim dedicated untuk keeping up dengan perubahan PDDikti Feeder.

4. Bekerjasama dengan Vendor

Kampus bekerja sama dengan vendor (seperti: eCampuz, Sevima, DNA/Sutekitech) untuk penyediaan aplikasi akademik sekaligus support laporan ke Feeder secara kontinyu. Kampus akan lebih terjamin keberlangsungan pelaporannya di tiap periode. Satu sisi perkembangan feeder dapat terakomodir dan untuk setiap pelaporannya, eCampuz akan terus mendampingi. 

Empat model di atas memang pilihan. Kondisi setiap kampus tentu saja tidak dapat disamakan. Tapi rasa puas pasca pelayanan itu, selalu nagih. 

Tantangan dalam Melayani Pelaporan Feeder PDDIKTI?

“Kami sangat terbantu dengan eFeeder ini”.
“Dulu 1 bulan menual entry data untuk tiap pelaporan, setelah pakai eFeeder bisa cepat sekali. 1-2 hari, itupun sudah include dengan perbaikan data.”
“Ketika prodi sedikit, laporan manual itu gak masalah pak. Ketika prodi sudah di atas 30 prodi, mustahil entry manual.”

Jika mendengar kalimat di atas tadi, itu adalah moment bahagianya. Duka apakah ada?

Menolak ketika ditanyakan tentang duka, senior developer ini lebih suka dengan kata tantangan. Tugas eFeeder adalah memastikan pelaporan berjalan baik, menghantarkan semua informasi dari eAkademik ke aplikasi PDDikti Feeder. Selain itu, ketika terjadi perubahan versi Feeder DIKTI, tidak semua informasi rilis terbaru di website DIKTI itu lengkap. Global saja, teknisnya tidak diinformasikan, kami juga penasaran, apa ruginya ya? Well, never mind! 

Dapat diketahui teknisnya setelah dicoba sendiri. Perubahan, efek, dan menunya dimana saja. Adakalanya periode tertentu, terdapat perubahan signifikan dan berkejaran dengan waktu pelaporan. Para operator juga lebih concern bekerja untuk perbaikan data lama serta tidak selalu tanggap untuk menyongsong periode berikutnya. 

Tiga Indikator Pelaporan menurut Keputusan Sekjen Kemenristekdikti No. 85/A/KPT/2018

Apa pandangan Mas Roby?

Indikator pelaporan tersebut ada 3 (tiga), yaitu Kevalidan, Kelengkapan, dan Ketaatan Pelaporan. 

Kevalidan berhubungan sahih tidaknya sebuah data. Misal, laporan data mahasiswa, status lulus, tetapi atribut-atribut mahasiswa lulusnya belum didefinisikan. 

Kelengkapan, ini berkaitan dengan keseluruhan pelaporan mulai dari data mahasiswa. Mulai dari detail, kurikulum, mata kuliah, transaksi mengajar dosen, hingga aktivitas kuliah mahasiswa. Ketika itu semua disertakan, hal itu dianggap lengkap. 

Ketaatan, hal ini berkaitan dengan pelaporan tiap semester sesuai jadwal. Ada cek point, seperti batas akhir ganjil pada 30 Oktober dan Genap pada 31 April. Lalu dalam 1 semester itu minimal terdapat 2 kali pelaporan.   Pelaporan awal untuk data KRS, kemudian berikutnya adalah nilai, dan seterusnya. Namun menurut pengalaman, kampus biasanya melaporkan data-data tersebut mendekati akhir masa pelaporan. Ada kalanya ketika batas akhir pelaporan, kampus belum usai melaporkan. Sehingga mereka mengajukan untuk dibuka kembali. Hal-hal seperti itu terhitung dalam kategori “tidak taat”.

Manakah yang paling berperan? Data, Personil, atau Teknologi?

Jawabannya adalah Data, karena terdapat kaitan erat dengan kevalidan. Dan bicara mengenai hal ini, validitas Feeder terdapat 3 tingkatan:

  1. Ketika pengiriman data ke aplikasi PD DIKTI Feeder, telah terdapat validator. Validasi per item data.
  2. Saat sinkronisasi ke Forlap DIKTI, validasi per kelompok data. Keterkaitan satu data dengan data lain, dalam 1 kelompok data. 
  3. Validator nasional. Pada level pasca sinkronisasi ke Forlap DIKTI, aturan main juga update secara kontinyu dan dapat dilihat oleh setiap Perguruan Tinggi di website DIKTI. Termasuk apa saja data yang masih dianggap belum valid. 

Di level pertama saja, banyak kendala yang dihadapi oleh operator dan faktornya bermacam-macam. Ada yang tidak memenuhi aturan, misalnya tentang batas maksimal SKS. Lalu, mengenai ketersediaan data. Seperti, mahasiswa harus memiliki NIK, berikutnya data Ibu Kandung. Hal itu menyebabkan harus diubahnya borang di aplikasi (bagi yang sudah menggunakan aplikasi), dan lebih merepotkan bagi kampus yang masih melakukannya secara manual. 

Lalu apa saran dari mas Roby?

Saran dari saya, gunakan eFeeder. eFeeder ini memiliki kapabiltas untuk deteksi dini kebutuhan data sebelum masa pelaporan. Sudah tersedia deteksi dini data. Agar rileks, tidak terburu-buru. 

“Ada sekian ribu mahasiswa belum ada NIK”
“Ada data MK kurang item blablabla…” 

Ini beberapa notices yang didapati dari eFeeder. Sehingga tepat di awal semester, operator sudah mengetahui dan dari jauh hari kekurangan data itu dapat dilengkapi berkala. Tidak perlu lagi ada ketegangan mendapati kekurangan data ketika mendekati masa pelaporan. Momen itu tidak akan ada lagi. 

Ketika pelanggan telah menggunakan eFeeder pada periode berjalan dan sudah lancar, mereka dapat menggunakan eFeeder kembali untuk memperbaiki data-data lama. Maksimalkan penggunaan eFeeder-nya. Which is also great, by the way. 

Benarkah tidak ada tantangan di aspek Personil, atau Operator?

Kampus diminta menugaskan operator secara resmi guna pelaporan DIKTI. Ini untuk memudahkan segala sesuatunya, termasuk koordinasi. Dan ketika ada mutasi atau promosi staf, tantangan belajarnya akan lebih tinggi. Terlebih ketika kampus menggunakan aplikasi integrator gratis dan/atau opsi manual penuh. Membuat berlipat effort belajarnya. 

Effort ini akan terasa ringan ketika ada eCampuz. Tetap harus belajar, namun dengan pendampingan intensif. Tim pendamping akan senantiasa melakukan pendampingan dengan ritme yang menyesuaikan kapasitas dan potensi operator baru. 

Kapan masa ideal harus mulai menggunakan Integrated Apps seperti eCampuz?

Sesegera mungkin. Bagaimanapun, kampus dengan ukuran mahasiswa belum banyak, bagian operator pasti telah melakukan double entry. Memasukkan data di excel mereka atau sistem apapun di internal kampus. Kemudian melakukan entry data satu per satu lagi ke PDDikti Feeder. Ini yang disebut, double entry

Dan ketika muncul peraturan atau kebijakan baru terkait aplikasi. Misal, isian wajibnya bertambah atau yang tadinya tidak wajib menjadi wajib (NIK, Kelurahan, Kecamatan). eFeeder akan lebih terasa manfaatnya karena didukung penuh oleh academic management system di dalam ekosistem eCampuz. Ini berarti penegakkan pengisian data dapat dikondisikan sedini mungkin oleh aplikasi, dalam artian dikendalikan oleh aplikasi. 

Terakhir, mari saya bawa Anda ke level yang lebih abstrak. Kita semua ingin tahu apa yang terjadi dengan efek program Kampus Merdeka pada pelaporan PDDikti ini. Misalnya, fleksibilitas belajar di luar prodi sebanyak 3 (tiga) semester. Kami excited untuk menanti itu, sembari juga menyapa pelanggan kami bilamana ada kabar-kabar terbaru. 

Baca juga: 4 Model Pelaporan Kampus ke Feeder DIKTI