Digitalisasi Sistem Penjaminan Mutu Internal

Halo sobat eCampuz 👋 Kali ini kami akan membagikan materi menarik dari Coaching Clinic SPMI beberapa waktu lalu, yaitu tentang implementasi digitalisasi SPMI. Waskito Zamani, selaku praktisi IT bidang SPMI akan berbagi pengalamannya dalam implementasi SPMI secara digital di 20 perguruan tinggi yang telah didampingi. Selain itu, akan dibahas juga 5 kunci sukses dalam implementasi SPMI.

SPMI sendiri merupakan singkatan dari Sistem Penjaminan Mutu Internal yang memiliki fungsi sebagai penjamin dari proses yang ada di dalam internal kampus untuk menyesuaikan dengan output yang dihasilkan. Jadi, SPMI ini mulai diperkenalkan kembali dan harus dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada. Nah, kita akan mulai membahas dari alasan kenapa SPMI mulai dikenalkan kembali dan mengapa juga harus dilaksanakan.

Pada tanggal 23 Oktober 2019, Nadiem Makarim, diangkat menjadi menteri pendidikan dan kebudayaan oleh Presiden dengan pesan khusus untuk menyiapkan sumber daya manusia yang siap kerja. Tepat 24 Januari 2020, Mas Menteri, sebutan yang sering menyapa beliau, langsung memperkenalkan pertama kali Program Kampus Merdeka. Lalu, apa saja kebijakan-kebijakan dari program tersebut?

Tips Sukses Digitalisasi SPMI Perguruan Tinggi
Baca juga : Selidik Manfaat Merdeka Belajar Wujud Kampus Merdeka

Kebijakan Program Kampus Merdeka

1. Otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Swasta (PTS)

Perkembangan zaman teknologi dan informasi yang begitu cepat menuntut kampus harus bisa mengikuti perkembangan. Banyak tuntutan-tuntutan dari Industri untuk lulusan mahasiswa baru. Maka dari itu harapan dibukanya studi baru supaya lulusan mahasiswa dapat menghadapi tuntutan yang diberikan pada dunia industri 4.0.

2. Program Re-Akreditasi Otomatis

Sistem penilaian akreditasi mengalami perubahan dari kebijakan baru ini. Sekarang sudah tidak perlu lagi mengajukan ulang/ re-akreditasi kampus karena sudah langsung otomatis diperpanjang, kecuali ketika mengalami kenaikan nilai akreditasi. Walaupun otomatis bukan berarti tidak dapat turun nilai akreditasi. Akreditasi bisa turun ketika ada saran/komplain dari masyarakat.

3. Kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU) dan Satuan Kerja (Satker) untuk Menjadi PTN Badan Hukum (PTN BH)

PTN BH adalah Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum dimana kampus didorong supaya dapat menjadi kampus yang berdikari/ mandiri tetapi harus memenuhi syarat-syarat tertentu, Contohnya UGM.

4. Hak Belajar Selama 3 Semester bagi Mahasiswa Diluar Program Studi yang Diambil

Menurut Pak Nadiem Makarim, yang sekarang menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia, bahwa pendidikan itu tidak hanya di dalam kelas dan guru saja, tetapi orang tua, serta bagaimana kita berinteraksi dengan masyarakat. Maka dari itu, sekarang mahasiswa memiliki hak untuk belajar di luar prodi yang ditempuhnya selama 3 semester.

Tips Sukses Digitalisasi SPMI Perguruan Tinggi
Baca juga : Data Mahasiswa Merdeka Belajar Kampus Merdeka yang Wajib Dilaporkan ke PDDIKTI

Dari 4 kebijakan di atas, poin nomor 2 melahirkan dua kebijakan, yaitu Permendikbud No.3 tentang SN Dikti dan No.5 Tahun 2020 tentang Re-Akreditasi Program Studi. Dari kedua kebijakan tersebut memberikan efek bagi perguruan tinggi di Indonesia, antara lain program studi yang harus memiliki kesiapan implementasi berupa syarat perlunya, yaitu penjaminan mutu yang terbaik, sehingga dapat menciptakan lulusan yang bermutu dan siap bekerja. Namun, dari kebijakan tersebut apakah perguruan tinggi sudah siap melaksanakannya? Realitanya, ada dua fenomena yang dialami oleh perguruan tinggi, antara lain:

Perubahan 7 Kriteria Akreditasi Menjadi 9 Standar Akreditasi Perguruan Tinggi

Hal ini sangatlah berdampak bagi perguruan tinggi. Sebelumnya perguruan tinggi hanya berorientasi pada input base menjadi output dan outcome base. Sehingga program studi tidak bisa menyiapkan borang tanpa proses monitoring dari hulu ke hilir dari kegiatan akademik maupun non akademik.

Munculnya Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) untuk Mengakreditasi Program Studi

Dahulu kegiatan akreditasi dilakukan oleh BAN-PT. Namun setelah munculnya LAM, semua kegiatan akreditasi dilakukan oleh LAM sesuai dengan bidang ilmu masing-masing. Menariknya lagi, baik perubahan standar mutu maupun munculnya LAM, semua berefek pada bagaimana kunci dan syarat perlu akreditasi adalah best practice atau praktik baik dalam implementasi SPMI.

Kira-kira nih sobat eCampuz, apa saja sih best practice dalam implementasi digitalisasi SPMI?

Ketika hendak mengimplementasikan digitalisasi SPMI, terdapat beberapa kendala yang sering terjadi, yaitu:

  1. Mapping pemilik dokumen yang belum jelas.
  2. Pemahaman SPMI yang belum merata ke semua pihak.
  3. Pengumpulan data dukung yang belum maksimal, dikarenakan jumlah satuan pendidikan yang terlalu banyak.
  4. Monitoring pelaksanaan AMI belum maksimal, karena timeline yang tidak jelas.
  5. Kesulitan cetak dokumen hasil proses keseluruhan siklus SPMI.

Walaupun harus melewati banyak kendala dalam implementasi digitalisasi SPMI, namun tak dipungkiri banyak juga manfaat yang didapat dengan menerapkan SPMI secara digital, antara lain:

  1. Monitoring PPEPP bisa dilakukan dengan baik.
  2. Pemahaman SPMI terutama butir mutu lebih jelas karena ada penjelasan deskripsi dan dokumen dukung setiap pengisian evaluasi diri.
  3. Data dukung terkumpul dalam satu repository beserta mapping owner dokumen lebih jelas.
  4. Evaluasi AMI sesuai dengan timeline yang disepakati Monitoring pelaksanaan AMI lebih mudah karena ada dashboard dalam setiap fase AMI.
  5. Mengetahui track record mutu dari suatu prodi karena kita bisa menyimpan history dari standar mutu prodi.
  6. Membandingkan dan melihat kualitas prodi apakah mengalami penurunan atau peningkatan.
  7. Cetak draft laporan AMI dan daftar sudah disiapkan oleh sistem.

Dari kelima kendala dan manfaat digitalisasi SPMI, ada lima kunci sukses saat implementasi digitalisasi SPMI, antara lain:

  1. Keterlibatan aktif jajaran pimpinan dalam proses implementasi SPMI.
  2. Sosialisasi secara bertahap dan berjenjang sesuai dengan kewenangan peminatnya.
  3. Kecukupan dokumen SPMI.
  4. Kejelasan jadwal aktivitas/timeline pada masing-masing siklus SPMI/terutama siklus AMI (Audit Mutu Internal).
  5. Jaringan infrastruktur kampus yang memadai.

Bagaimana sobat pejuang mutu kampus, apakah sudah memperhatikan dan melakukan hal-hal di atas? Sharing yuk pengalamannya di kolom komentar 😊 Join jadi member Jamitu.id agar bisa selalu mendapatkan update terbaru seputar kegiatan SPMI dan AMI.