Ketika akan memulai sesuatu atau menjadi bagian dari suatu instansi, kita pasti memulainya dengan proses registrasi atau pendaftaran. Di perguruan tinggi, registrasi sendiri merupakan proses pendaftaran calon mahasiswa pada awal tahun akademik/semester untuk masuk ke perguruan tinggi tersebut, sesuai dengan fakultas/program studi masing-masing yang diinginkan. Calon mahasiswa biasanya membayar sejumlah biaya pendaftaran dan mengisi data diri sebagai syarat registrasi. Di beberapa perguruan tinggi, saat menyerahkan data untuk proses registrasi, calon mahasiswa terkadang juga diminta mengunggah atau menyerahkan beberapa dokumen pendukung yang dibutuhkan.
Setelah calon mahasiswa diterima di perguruan tinggi tersebut, setiap awal semester baru biasanya mahasiswa diminta untuk melakukan heregistrasi atau registrasi ulang. Heregistrasi ini salah satunya ditujukan agar perguruan tinggi tetap mendapatkan data terbaru siapa saja mahasiswa yang aktif, sehingga mahasiswa-mahasiswa tersebut tetap memiliki akses ke fasilitas-fasilitas yang disediakan perguruan tinggi. Pada proses ini, mahasiswa diminta melakukan pembayaran uang semester, dan diminta untuk mengisi Kartu Rencana Studi (KRS) selama satu semester tersebut.
Biasanya, data atau informasi yang diberikan mahasiswa kepada kampus ketika registrasi dan heregistrasi, tidak jauh berbeda. Dengan kebutuhan yang kurang lebih sama seperti proses registrasi dan heregistrasi, saat ini di pemerintahan Indonesia sedang digagas dan dalam proses pelaksanaan program Satu Data Indonesia. Dikutip dari situs Bigbox, Berdasarkan Perpres 39 Tahun 2019, Satu Data Indonesia adalah adalah kebijakan tata kelola data pemerintah untuk menghasilkan data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses dan dibagi-pakaikan antar instansi pusat dan instansi daerah melalui pemenuhan standar data, metadata, interoperabilitas data, dan menggunakan kode referensi dan data induk.
Satu Data adalah sebuah gagasan program dari pemerintah Indonesia untuk meningkatkan efektifitas pengambilan kebijakan dengan berdasarkan pada data (tidak berdasar hanya pada asumsi). Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan data-data pemerintah yang terbuka, akurat dan dapat dioperasikan (interoprable). Satu Data mempunyai tiga prinsip utama yaitu: satu metadata baku, satu standar data, dan juga satu portal data.
Kemunculan Satu Data Indonesia dilatarbelakangi oleh;
- Kesulitan mencari data karena data yang ada masih banyak dipegang oleh individual, berbentuk hardcopy, data tersebar dan tertutup, hingga format data yang tidak terbuka.
- Perbedaan data antar instansi dan tidak memiliki kode referensi yang sama.
Konsep Satu Data Indonesia tentu juga cocok dan sesuai untuk diterapkan dalam pengelolaan data mahasiswa di perguruan tinggi. Biasanya, perguruan tinggi yang belum lama berdiri dan jumlah mahasiswanya belum terlalu banyak, belum memikirkan lebih jauh mengenai integrasi data ini. Berdasarkan pengalaman tim eCampuz, kampus merasa karena mahasiswanya masih sedikit, data masih bisa ditangani secara manual sehingga merasa integrasi data belum terlalu dibutuhkan. Akhirnya, ketika perguruan tinggi berkembang menjadi lebih besar dan mahasiswa yang dikelola semakin banyak, perguruan tinggi sudah mulai kesulitan mengelola data yang juga terus bertambah. Padahal, seperti yang pernah dibahas di salah satu blog eCampuz mengenai pentingnya RITIK, hal seperti ini seharusnya sudah direncanakan dan dikelola sejak awal.
Data yang akurat, mutakhir, terpadu, dan dapat dipertanggungjawabkan sangat sulit dicapai jika pengelolaan data masih manual dan terpisah dipegang sendiri-sendiri oleh setiap bagian. Dalam proses heregistrasi, misalnya. Pada proses yang masih manual, masih sangat mungkin mahasiswa mengisi data beberapa kali; ketika melakukan pendaftaran ulang, ketika akan atau telah membayar, dan ketika mengisi KRS. Data yang sama yang diisi beberapa kali untuk departemen/bagian yang berbeda ini rentan memicu terjadinya data tidak sinkron.
Data yang tidak sinkron ini bisa saja sangat sepele, seperti salah ketik nama lengkap ketika mengisi data KRS dan data pembayaran heregistrasi, atau kesalahan penulisan atau ketikan lainnya ketika mengisi data. Hasilnya, data yang dimiliki oleh Bagian Keuangan dengan Bagian Akademik menjadi berbeda dan berpotensi tidak sinkron. Hal seperti ini dapat diminimalisir jika kampus menggunakan aplikasi yang sudah saling terintegrasi. Di eCampuz, aplikasi yang terintegrasi ini sudah tersedia.
Aplikasi eRegistrasi dari eCampuz digunakan untuk memproses data registrasi dan heregistrasi mahasiswa yang terintegrasi dengan data transaksi pembayaran mahasiswa (aplikasi ePembayaran). eRegistrasi dilengkapi juga dengan fitur otomasi pembuatan NIM yang formulasinya dapat menyesuaikan dengan aturan penomoran NIM yang berlaku di kampus. Selain terintegrasi dengan data dan aplikasi untuk pembayaran, eRegistrasi juga terintegrasi dengan data dan aplikasi akademik (eAkademik).
Data eRegistrasi yang terintegrasi dengan ePembayaran dan eAkademik diantaranya adalah data mahasiswa, status mahasiswa (aktif, cuti, non aktif), pengambilan jumlah SKS mata kuliah, dan lain-lain. Profil biodata mahasiswa seperti nama, alamat, orang tua, dan lain-lain dikelola hanya di sistem eRegistrasi, sehingga perubahan data mahasiswa cukup melalui satu aplikasi saja. Data yang dikelola terpusat dan strukturnya sudah sesuai dengan standar untuk pelaporan Feeder PDDikti.