Guru Favorit Sebagai Salah Satu Kriteria Guru Hebat

Di salah satu sekolah ternama, ada seorang murid yang memiliki hanya satu guru favorit. Ketika dia ditanya, “Mengapa?”, dia menjawab, “Karena perjuangannya”. Lalu dia ditanya lagi, “Bagaimana dengan perjuangannya, sehingga menganggap beliau sebagai guru favorit?”, dia menjawab, “Walau beliau saat itu sudah tua, rumahnya jauh dari sekolah, beliau hanya mengendarai sebuah sepeda tua, meskipun hanya satu muridnya yang hadir, beliau tetap semangat mengajar. Beliau memang bukan guru tetap, tetapi semangatnya sangat tinggi. Yang terpenting bagi beliau adalah ilmunya tersampaikan dengan benar kepada muridnya.”

Perjuangan para guru, apa itu yang dianggap hebat? Setiap murid pasti memiliki guru favorit. Entah itu karena perannya ketika di kelas, kebaikannya ketika mengajar, bahkan mungkin dari perjuangannya untuk menjadi seorang guru. Guru hebat bukanlah dilihat dari ilmunya saja, tetapi keterampilan, kedisiplinan, kejujuran, dan perjuangannya juga dinilai sebagai guru hebat. Guru favorit seperti apakah yang kalian banggakan?

 

Situasi Guru dalam Lingkup Pendidikan di Indonesia

Berbicara mengenai guru tentu tidak bisa lepas dari pendidikan, terutama pendidikan di Indonesia. Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Jika kita lihat saat ini, kondisi pendidikan di Indonesia masih saja memprihatinkan, terutama mengenai fasilitas-fasilitas pendidikan di daerah-daerah, baik sarana maupun prasarana pendidikan. Bila dijabarkan, sebenarnya fasilitas pendidikan tidak hanya pada sarana dan prasarana saja, bisa menyangkut pada guru. Masih saja terdengar kabar ada guru yang sering bolos mengajar. Saat jamnya mengajar dia malah mengobrol dengan guru yang lainnya.

Untuk mengatasi berbagai kekurangan ini, pemerintah pun mengupayakan berbagai hal agar kualitas pendidikan di Indonesia bisa setara, berkembang, dan maju. Misal, dengan melakukan pelatihan guru untuk menambah kemampuan guru dalam menyampaikan mata pelajaran kepada para siswa, tes kepribadian guru ketika masuk, atau bisa juga dengan adanya absen sidik jari, sehingga setiap guru bisa tertib, tidak ada yang bolos atau “titip absensi”. Selain itu, pemerintah juga melakukan pemetaan kondisi pendidikan di setiap provinsi di Indonesia. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kondisi pendidikan di setiap wilayah agar standar pelayanan dan standar nasional pendidikan tercapai. Dengan tercapainya kedua hal ini, tentunya mutu pendidikan secara nasional pun dapat dicapai.

 

Berguru pada Ki Hajar Dewantara

Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia tentu tidak lepas dari sosok pahlawan pendidikan, yaitu Ki Hajar Dewantara. Siapa yang tidak tahu dengan Ki Hajar Dewantara, sang tokoh pelopor pendidikan di Indonesia yang telah memelopori pendidikan untuk pribumi dari mulai penjajahan Belanda ini? Raden Mas Soewardi Soerjaningrat lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889 dan meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959, beliau adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan sekaligus pelopor pendidikan, yang hari kelahirannya diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. Ki Hajar Dewantara juga aktif di bidang politik dengan bergabung ke dalam Budi Utomo, lalu mendirikan Indische Partij sebagai partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia pada 25 Desember 1912 bersama kedua rekannya, Douwes Dekker dan dokter Cipto Mangunkusumo.

Ki Hajar Dewantara terkenal dengan ajarannya Sistem Among (Tut wuri handayani, Ing madya mangun karsa, Ing ngarsa sung tulada) di Tamansiswa, yakni suatu sistem pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan (1) kodrat alam, sebagai syarat untuk mencapai kemajuan dengan secepat-cepatnya dan sebaik-baiknya, (2) kemerdekaan, sebagai syarat untuk menghidupkan dan menggerakkan kekuatan lahir batin anak, agar dapat memiliki pribadi yang kuat dan dapat berpikir serta bertindak merdeka. Sistem tersebut menurut cara berlakunya, juga disebut Sistem Tut Wuri Handayani.

Kiprah dan perjuangan beliau patut dijadikan panutan dan motivasi bagi kita. Bangsa ini perlu mewarisi buah pemikirannya tentang tujuan pendidikan yaitu memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membeda-bedakan agama, etnis, suku, budaya, adat, kebiasaan, status ekonomi, status sosial, dan sebagainya, serta harus didasarkan kepada nilai-nilai kemerdekaan yang asasi. Beliau mendirikan Perguruan Tamansiswa pada tahun 1922, yang berciri khas pancadarma, yaitu (1) kodrat alam, (2) kemerdekaan, (3) kebudayaan, (4) kebangsaan, dan (5) kemanusiaan yang berdasarkan Pancasila.

virtual classJauh periode waktu dengan masa Ki Hajar Dewantara mendirikan perguruannya, kini apa yang terjadi? Dunia pendidikan dihebohkan oleh tawuran antar pelajar mulai dari anak-anak SMP, SMA/SMK sampai perguruan tinggi yang hampir setiap hari menghiasi surat kabar dan televisi. Para guru ramai mencari metode dan model pengajaran yang relevan dengan dengan era dan zaman yang serba digital. Mereka lupa, bahwa kita mempunyai seorang pahlawan pendidikan yang harusnya menjadi panutan para siswa dan pendidik di negeri ini. Kita kehilangan karakter dan kepribadian bangsa. Erosi sikap dan perilaku sudah menjalar di setiap aktivitas para siswa dan guru. Baca juga: Virtual Class eCampuz: Download Materi dan Upload Tugas Jadi Lebih Mudah!

“Bila ingin melihat kualitas suatu bangsa maka lihatlah kualitas gurunya”

Belajar dari Guru Hebat

Sebuah kalimat mengatakan bahwa “Bila ingin melihat kualitas suatu bangsa maka lihatlah kualitas gurunya”. Guru yang berkualitas akan memiliki karakter yang baik, yang perilakunya dapat ditiru oleh peserta didik. Ada istilah mengatakan “from zero to hero”. Istilah tersebut mengatakan bahwa setiap orang dapat berhasil dan sukses berawal dari perjuangan. Demikian juga untuk menjadi guru yang layak dijadikan panutan perlu perjuangan yang lama. Dalam buku Apa yang Berbeda dari Guru Hebat (2011) terdapat 12 guru hebat yang inovatif dan menarik bagi penulis, yang dapat menjadi inspirasi bagi guru-guru lain dalam menjalankan profesi masing-masing.

Penulis ingin menyampaikan kisah seorang guru yang dapat memberikan jawaban atas rasa penasaran intelektual para siswanya. Sering kali karena keterbatasan pengetahuan, guru mengubur hidup-hidup pemikiran para siswa. Guru Setyo Purnomo meninggalkan cara using, yakni kegiatan guru menerangkan, siswa menyimak atau mencatat penjelasan dari sang guru. Seperti itulah kegiatan belajar-mengajar yang diterapkan di sekolah-sekolah. Tak ingin terjebak dalam metode belajar yang using, Setyo Purnomo berusaha mendengarkan aspirasi dan masukan dari para siswanya. Guru Imron Wijaya, seorang guru fisika di Rembang, akrab dengan melaut dan berbagai pekerjaan sampingan lainnya. Kita sering melihat orang yang suka menunda-nunda pekerjaan yang seharusnya segera diselesaikan. Namun, tidak demikian halnya dengan Imron Wijaya. Ia selalu mengerjakan segala sesuatunya sampai tuntas. Jika bisa diselesaikan hari itu, pekerjaan tersebut harus selesai pada hari itu juga.

Guru Dhitta Puti Sarasvati selalu mengajak muridnya belajar dengan penuh imajinasi, untuk mengajak belajar perlu memasuki dunianya. Guru Sukari Darno menunjukkan kegigihannya dalam belajar terus. Baginya, manusia tidak bisa mengambil jalan lurus, atau berbelok ke kiri atau ke kanan sekaligus. Jika Sukari Darno tidak mengambil jalan yang benar, mungkin sekarang ia masih berjualan rumput, menjadi tukang pikul pasir di Sungai Brantas, tukang becak, atau penjaga sekolah. Guru Lisda Fauziah hadir di tengah krisis multidimensi yang menerpa negeri ini. Beliau mendedikasikan hidup sepenuhnya untuk memajukan pendidikan. Lisda Fauziah mendirikan TK dan SMP untuk anak-anak miskin dan yatim piatu. Lain lagi kisah Guru Muzi Marpaung, di tangannya matematika, fisika, kimia, biologi menjadi menyenangkan untuk murid-murid.

Facebook adalah situs jejaring sosial yang banyak digandrungi oleh masyarakat. Situs ini beberapa kali menuai kontroversi di tanah air karena dianggap memiliki pengaruh buruk, terutama bagi kaum muda atau pelajar. Akan tetapi, tidak demikian menurut Guru Ariani Kusumaningrum. Baginya, facebook dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya dalam mata pelajaran Bahasa Mandarin. Guru Nina Feyruzi Soeparno tidak memerlukan fasilitas mahal dan canggih untuk menjadi seorang yang cerdas. Benda-benda yang ada di sekeliling mengandung ilmu-ilmu yang bisa bermanfaat dalam hidup.

Guru Manik Indraprasti Mughni menemukan bahwa menjadi orang disiplin dan jujur memang tidak mudah. Banyak tantangan yang harus dihadapi ketika berada di lingkungan yang tidak menjunjung tinggi kedua prinsip tersebut, sehingga akhirnya ia akan menjadi terang bagi sesama. Guru Pangesti Wiedarti bertahan ingin tetap dikenang meskipun harus menghadapi penyakit kanker yang dihadapinya. Baginya, Soekarno dikenal karena kegigihannya melawan penjajah dan ia berhasil memimpin bangsa Indonesia ke pintu gerbang kemerdekaan. Thomas Alfa Edison diingat karena berhasil menciptakan lampu dan menaklukkan gelapnya malam. Mereka berdua sudah wafat, tapi jasanya akan terus dikenang. Guru Suhardi menjadikan kegiatan menulis sebagai pembebasan. Pikiran dan gagasan mengalir di ujung pena. Karena tujuan menulis juga dapat menyembuhkan. Segala keresahan hati dapat tertuang dan menjadi self-therapy yang manjur tanpa harus menemui psikolog. Selain itu, bagi Suhardi menulis adalah bentuk tanggung jawab, terutama bagi seorang guru.

 

Daftar Tugas Akhir Secara OnlineAkhirnya

Terkait dengan pendidikan karakter, seorang guru hebat dapat menjadi teladan bagi peserta didik dan lingkungannya. Tentu bukan hanya keteladanan, tetapi juga kemampuan, keilmuan, dan kemampuan manajerial. Guru seperti inilah yang diharapkan dapat menanamkan pendidikan karakter kepada para peserta didik, yang kini sedang giat dijalankan. Harus diakui bahwa karakter pribadi seseorang sebagian besar dibentuk oleh pendidikan yang didapatkan. Oleh karena itu, untuk membentuk pribadi yang terpuji, tanpa cela, dan bertanggung jawab, mutlak dibutuhkan pendidikan yang berkualitas, yang antara lain bebannya ada pada guru. Baca juga: Daftar Tugas Akhir Secara Online

 

Daftar Pustaka

—Prasetyo, Eko dan Mohammad Ihsan. 2011. Apa yang Berbeda dari Guru Hebat. Jakarta: Esensi Erlangga Group.

 

Penulis: Anggita Linda Oktaviani – Human Resource & General Affair Team PT. Solusi Kampus Indonesia