Dinamika Penerapan SPMI di Perguruan Tinggi
Di saat kampus terus berlomba meningkatkan akreditasi, kementerian mendorong dengan adanya pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Sebagai salah satu penyedia layanan sistem informasi perguruan tinggi, eCampuz turut serta menyajikan sebuah wadah diskusi dari berbagai perguruan tinggi melalui grup telegram Coaching Clinic SPMI. Melalui narasumber Pakar IT bidang SPMI Bapak Waskito Zamani, tiap pekan genap akan dibahas berbagai dinamika mengenai penjaminan mutu perguruan tinggi. Menjalankan SPMI tidak semudah membalikkan tangan, tantangan terberatnya adalah cara mengumpulkan berbagai macam kegiatan dari pelaksanaan SPMI.
Prof. Dr. L Hartanto Nugroho, M.Agr (Kepala Bagian Penjaminan Mutu Bidang Pendidikan UGM) mengungkapkan bahwa dalam penerapan SPMI di Perguruan Tinggi terdapat 5 tantangan besar.
Pertama, luaran penerapan SPMI oleh Perguruan Tinggi yang digunakan oleh BAN PT atau LAM untuk penetapan status atau peringkat akreditasi Perguruan Tinggi atau Program Studi (Permenristek No.62 tahun 2016 dan Per BAN PT No.1 tahun 2017 – Instrumen akreditasi 2019). Melihat bagaimana BAN-PT dan LAM belum 100% dapat menggunakan kanal-kanal tersebut, maka perguruan tinggi diharapkan dapat mempersiapkan dengan 1 kanal. Karena salah satu tujuan dari pendidikan tinggi adalah pengakuan eksternal, maka dari itu dengan adanya tantangan luaran penerapan SPMI yang akan digunakan oleh banyak kanal SPME. Selain itu, memetakan standar mutu yang ada di SPMI ini dapat mendukung kegiatan-kegiatan yang ada juga merupakan tantangan besar. Kegiatan-kegiatan yang terkait dengan SPMI, seperti Akreditasi Internasional, pemeringkatan Perguruan Tinggi, dan kegiatan yang berkaitan dengan aturan BAN-PT/LAM.
Kedua, terbitnya Standar Nasional Pendidikan Tinggi (Permendikbud No.3 tahun 2020) yang banyak memberikan muatan pada MBKM khususnya untuk program sarjana dan sarjana terapan (non-kesehatan). Terbitnya aturan baru ini merupakan masalah yang kita hadapi bersama dengan MBKM aturan yang berubah-ubah, namun jika dilakukan secara kontinyu dan dikontrol atau monitoring evaluasi (monev) kegiatan tersebut akan bermanfaat bagi dunia pendidikan.
Ketiga, terbitnya aturan akreditasi (Permendikbud No.5 tahun 2020).
Keempat, semakin bertambahnya ragam LAM yang umumnya memberikan kriteria tambahan. Dalam waktu dekat ini akan diluncurkan beberapa LAM, seperti LAM DIK, LAM INFOKOM, dan LAM lainnya. Sehingga perlu ekstra dalam mempersiapkan tersebut dan tidak bisa juga kita pungkiri harus melewati aturan tersebut.
Kelima, persaingan global yang semakin ketat di tingkat internasional yang menuntut Perguruan Tinggi menerapkan standar internasional. Globalisasi tentunya akan menyentuh dunia pendidikan, seperti halnya tenaga ahli dari luar yang masuk ke industri manufaktur di Indonesia. Hal ini menjadi salah satu dorongan dalam meningkatkan mutu program studi atau fakultas. Baca juga: Kampus Harus Memiliki Rencana Induk TIK
Setiap Perguruan Tinggi telah memiliki data-data terkait standar mutu. Namun, tantangan selanjutnya adalah bagaimana meramunya sehingga proses penerapan SPMI dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang ada. Melalui pengalaman eCampuz selama 18 tahun melayani perguruan tinggi, yaitu dengan cara memberi label pada standar mutu. Apakah standar mutu ini dapat digunakan untuk satu kegiatan atau lebih? Hal ini akan lebih mempermudah Perguruan Tinggi dalam memetakan sebuah standar mutu.
Tantangan selanjutnya
adalah penerapan praktek baik SPMI
Tantangan Penerapan SPMI di Perguruan Tinggi
1. Kesulitan manajemen standar mutu
Dijumpai standar mutu beberapa kampus tidak berubah dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terjadi karena institusi terlalu fokus dalam membuat produk tanpa disertai manajemen standar mutu. Padahal penting bagi perguruan tinggi untuk dengan mudah menelusuri temuan atau kendala dari tahun sebelumnya. Agar dapat ditingkatkan mutunya pada tahun berikutnya.
2. Dokumen dukung yang masih tersebar
Hampir semua kampus menghadapi kendala yang sama, dokumen dukung tersebar. Tak jarang dokumen diletakkan di program studi (prodi), fakultas, bahkan pribadi. Sehingga saat dibutuhkan, tidak terinventarisir dengan baik dan entah diletakkan dimana. Hal ini berbahaya, terutama jika hanya terdapat satu user kemudian terjadi pergantian SDM.
3. Kesulitan monitoring proses Audit Mutu Internal (AMI)
Mulai dari evaluasi diri hingga laporan temuan dari proses AMI, harus memiliki budaya mutu yang sama. Apabila proses tersebut dilakukan dengan budaya mutu berbeda-beda di tiap prodi, maka akan ada temuan masalah mengenai proses AMI. Apalagi hal tersebut dilakukan secara manual, jauh lebih sulit pengawasannya (monitoring).
4. Kesulitan penelusuran dan monev temuan yang muncul
Tidak mengetahui temuan yang muncul karena tidak melakukan kegiatan monev, sehingga menjadi kendala tersendiri. Efeknya adalah tidak mengetahui bagian mana yang harus ditingkatkan atau diperbaiki.
Hal tersebut juga terkait dengan :
- Dokumentasi tracking standar mutu yang baik
- Repository dokumen yang kredibel
- Timeline pelaksanaan yang jelas
Baca juga: 4 Langkah Mudah Menggunakan Platform eSPMI