Apa Itu SPMI? – Mengutip dari situs LPM Universitas Medan Area, Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM DIKTI), berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, meliputi Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) atau yang lebih dikenal dengan akreditasi. Jadi SPM Dikti itu sistem penjaminan mutu internal dan eksternal.
Permenristekdikti No. 62 tahun 2016 pasal 2 menjelaskan bahwa Standar Penjaminan Mutu (SPM) yang dilakukan oleh Dikti bertujuan untuk menjamin pemenuhan Standar Pendidikan Tinggi secara sistemik dan berkelanjutan, sehingga tumbuh dan berkembang budaya mutu. SPM Dikti juga berfungsi mengendalikan penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh perguruan tinggi untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang bermutu.
Masih lanjut mengutip dari LPM Universitas Medan Area, biasanya perhatian perguruan tinggi lebih banyak difokuskan pada SPME atau akreditasi. Padahal, jika prodi atau perguruan tinggi hanya meningkatkan mutu untuk mencapai nilai akreditasi yang baik saja, ada kecenderungan mutu internal tidak meningkat. Hal terpenting guna mencapai akreditasi yang baik ialah dengan menerapkan pola Continuous Quality Improvement (CQI), dengan meningkatkan mutu internal terlebih dahulu, sehingga dapat dipastikan proses akreditasi juga akan menjadi baik. Secara umum, pengertian penjaminan mutu (quality assurance) pendidikan tinggi yaitu:
- Proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pendidikan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga pelanggan memperoleh kepuasan.
- Proses untuk menjamin agar mutu lulusan sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan/dijanjikan sehingga mutu dapat dipertahankan secara konsisten dan ditingkatkan secara berkelanjutan.
Dengan kata lain, perguruan tinggi dikatakan bermutu apabila mampu menetapkan serta mewujudkan visi kampus melalui pelaksanaan misinya (aspek deduktif), serta mampu memenuhi kebutuhan dan memuaskan pemangku kepentingan (aspek induktif) yaitu kebutuhan mahasiswa, masyarakat, dunia kerja dan profesional. Sehingga, perguruan tinggi harus mampu merencanakan, menjalankan dan mengendalikan suatu proses yang menjamin pencapaian mutu.
Untuk mewujudkan itu semua, diperlukan syarat-syarat normatif dalam beberapa asas yang wajib dipenuhi oleh setiap perguruan tinggi, yaitu:
- Komitmen
- Internally driven
- Tanggung jawab/pengawasan melekat
- Kepatuhan kepada rencana
- Evaluasi
- Peningkatan mutu berkelanjutan
Dikutip dari situs KJM UGM, Higher Education Long Term Strategy (HELTS) 2003-2010 menetapkan tiga kebijakan dasar pengembangan perguruan tinggi, yaitu nation’s competitiveness, autonomy, dan organizational health. Lulusan perguruan tinggi diharapkan memiliki kompetensi tinggi sehingga dapat memenangkan persaingan dengan lulusan perguruan tinggi. Kemandirian merupakan pendekatan terbaik untuk pengelolaan manajemen perguruan tinggi yang sangat kompleks. Kesehatan organisasi diwujudkan untuk mengembangkan kebebasan akademik, inovasi, kreativitas, dan berbagi pengetahuan. Sistem penjaminan mutu merupakan sarana untuk mendorong terwujudnya tiga kebijakan di atas.
Masih dari sumber yang sama, dijelaskan bahwa penjaminan mutu internal dilakukan untuk mencapai (i) kepatuhan terhadap kebijakan akademik, standar akademik, peraturan akademik, dan manual mutu akademik, (ii) kepastian bahwa lulusan memiliki kompetensi sesuai dengan yang ditetapkan di setiap program studi, (iii) kepastian bahwa setiap mahasiswa memiliki pengalaman belajar sesuai dengan spesifikasi program studi, dan (iv) relevansi program pendidikan dan penelitian dengan tuntutan masyarakat dan stakeholders lainnya.
Dilanjutkan, SPMI merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME). Dalam hal ini salah satu tujuan dari Penjaminan Mutu Internal (PMI) adalah mempersiapkan Penjaminan Mutu Eksternal (PME). Dalam rangka memastikan SPMI diimplementasikan secara sistematis, maka pelaksanaan seluruh kegiatan SPMI dinyatakan sebagai satu rangkaian kegiatan penjaminan mutu dalam bentuk satu siklus tertutup dalam periode implementasi setiap tahun.
Manfaat atau kegunaan lain SPMI yang disebutkan dalam materi LLDIKTI 6 tentang SPMI adalah digunakannya luaran penerapan SPMI oleh perguruan tinggi digunakan oleh BAN- PT atau LAM untuk penetapan status dan peringkat terakreditasi perguruan tinggi atau progam studi. SPME atau akreditasi dilakukan melalui penilaian terhadap luaran penerapan SPMI oleh perguruan tinggi untuk penetapan status dan peringkat terakreditasi program studi dan/atau perguruan tinggi.
Disebutkan juga dari situs LLDIKTI 1 tentang SPMI bahwa SPM Dikti yang terdiri atas SPMI dan SPME harus didasarkan PD Dikti. Hal ini berarti data dan informasi yang digunakan untuk SPMI harus identik dengan data dan informasi yang digunakan untuk SPME. Sebagai contoh, apabila dari kegiatan evaluasi dalam SPMI didapati persentase dosen yang telah bergelar Magister sebanyak 70%, maka dalam SPME atau akreditasi angka itu pula yang harus digunakan. Dengan demikian, setiap perguruan tinggi harus membentuk PD Dikti yang menyimpan data dan informasi yang akurat, valid, dan mutakhir yang dapat digunakan untuk mengukur ketercapaian atau pemenuhan Standar Dikti di dalam SPMI perguruan tinggi tersebut. Sekaligus dapat pula digunakan oleh LAM atau BAN-PT untuk melakukan akreditasi.
Dari sumber-sumber di atas, dapat disimpulkan bahwa SPMI tidak dapat dipisahkan dari SPME dan merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan untuk mencapai mutu pendidikan tinggi sesuai standar. Perguruan tinggi yang menginginkan akreditasinya baik, tetap perlu meningkatkan mutu internal. Manfaat yang didapat dari SPMI yang baik adalah kepastian bahwa mahasiswa memiliki kompetensi sesuai dengan standar yang ditetapkan perguruan tinggi serta mendapatkan pengalaman belajar sesuai dengan spesifikasi program studi. Hasil dari SPMI juga bermanfaat sebagai penunjang SPME atau akreditasi.