Memahami Metaverse dalam Dunia Pendidikan
Pendidikan dan teknologi adalah dua hal yang saling berkaitan satu sama lain serta membangun pola sebab—akibat. Pendidikan bisa mempengaruhi perkembangan teknologi. Begitu pun sebaliknya, teknologi juga akan berpengaruh pada sistem pendidikan. Perlahan tapi pasti, dunia mengalami perkembangan yang sangat cepat, terutama dibidang pendidikan dan teknologi. Peradaban umat manusia pun ikut mengalami perubahan disetiap periode waktu. Dibarengi dengan teknologi-teknologi kian maju, umat manusia juga mengalami transisi kehidupan yang lebih maju dan ini menjadi tantangan bagi seluruh umat manusia. Suka atau tidak suka, manusia harus siap dengan segala konsekuensi yang disebabkan oleh perkembangan teknologi. Kesiapan itu harus dimanifestasikan dalam program kehidupan, terutama di dunia pendidikan.
Pada dasarnya dunia pendidikan merupakan modal utama dalam pengembangan kehidupan lainnya. Dunia pendidikan dapat menyediakan dan memberi ruang riset (penelitian) bagi peserta didik untuk terus mengembangkan inovasi yang berkemajuan dan bermanfaat bagi peradaban, yaitu teknologi. Seperti perbincangan akhir-akhir ini di dunia pendidikan dan teknologi, yaitu Metaverse.
Metaverse atau Meta Semesta adalah bagian teknologi dan internet dari realitas virtual bersama yang dibuat semirip mungkin dengan dunia nyata dalam dunia internet tahap kedua.
Istilah ini pertama kali diungkapkan dalam novel fiksi ilmiah Neal Stephenson tahun 1992 berjudul Snow Crash, dimana manusia sebagai avatar berinteraksi satu sama lain dengan agen perangkat lunak dalam ruang virtual 3 Dimensi (3D) yang menggunakan metafora dunia nyata. Meskipun demikian, makna dari istilah tersebut belum bisa didefinisikan secara universal. Singkatnya, Metaverse adalah dunia virtual berbasis 3D yang dihuni oleh avatar dari pengguna sungguhan alias ruang virtual yang dapat diciptakan dan dijelajahi bersama pengguna lain tanpa bertemu di ruang yang sama. Konsepnya dapat mengubah cara orang bekerja, bermain, bepergian, dan hidup.
Dunia pendidikan tidak boleh menganggap metaverse ini sebagai khayalan saja, sebab teknologi bukan hal yang mustahil bagi para peserta didik yang memiliki keingintahuan kuat. Latar belakang dunia pendidikan yang secara universal memiliki tujuan seperti “menuntun, mengarahkan, memimpin keluar” para peserta didik dan memiliki esensi kuat. Yaitu, dapat membuat segala sesuatunya menjadi lebih hidup dengan penuh penguasaan diri yang dilakukan disetiap berjalannya proses kegiatan pendidikan. Sebab dengan adanya pendidikan, kita bisa memanusiakan manusia. Puncaknya adalah paham akan perbedaan, serta dapat memberi keharmonisan dalam kehidupan. Hal ini tentu membuat kalangan dunia pendidikan mempunyai tantangan besar untuk menyambut era metaverse, sebab perkembangan teknologi juga berdampak pada kehilangan nilai dan warisan budaya yang dimiliki oleh manusia.
Mengutip perkataan dari Ki Hadjar Dewantara, bahwa
Pendidikan adalah tempat bersemayamnya benih-benih kebudayaan yang hidup dalam masyarakat kebangsaan.
Dengan kata lain, Ki Hadjar Dewantara membuat satu koneksi tak terpisahkan antara pendidikan dengan kebudayaan—berkesinambungan. Dimana pendidikan dan kebudayaan adalah satu kesatuan utuh. Untuk mencapai kebudayaan yang kita impikan, peradaban bangsa yang kita cita-citakan maka diperlukan pendidikan sebagai pondasinya. Sebab pendidikan adalah pilar-pilar peradaban untuk mendidik manusia agar tak sekadar pandai tapi juga berjiwa merdeka dan peduli pada nasib rakyat. Jadi, ukurannya bukan sukses akademik, namun sukses sebagai manusia. Baca juga: Selidik Manfaat Merdeka Belajar Wujud Kampus Merdeka
Pentingnya ilmu pengetahuan harus digali atau dimiliki oleh peserta didik ini agar nantinya dapat membawanya siap untuk menghadapi dan menyambut era metaverse, tapi tidak dengan meninggalkan esensi dari pendidikan itu sendiri. Perlunya pendidikan yang humanis dan merata untuk membangkitkan serta membawa peserta didik bangkit dari keterjajahan moral dan material ditengah pesatnya perkembangan teknologi.
Kita bisa merasakan kondisi saat semua dimudahkan oleh teknologi. Dunia sekarang berada di era Industri 4.0 dimana sebuah kegiatan dijalankan dengan otomasi menggunakan robot-robot canggih, terutama di bidang pekerjaan pabrik. Kenyataannya di Indonesia masih banyak yang belum menerapkan Industri 4.0 karena kendala Sumber Daya Manusia (SDM). Meskipun jumlah populasi Indonesia sangat banyak, hal ini tidak dibarengi dengan kemampuan SDM yang memadai. Pemangkasan tenaga manusia dengan kemampuan SDM rendah ketika Industri 4.0 diterapkan secara menyeluruh, diperkirakan akan meningkatkan angka pengangguran.
Saat ini, cara pemerintah menghadapi hal tersebut adalah dengan dimulainya pembangunan infrastruktur untuk pemerataan distribusi di berbagai sektor serta perombakan kurikulum pendidikan. Harapannya, pendidikan saat ini bisa menyesuaikan dengan perkembangan teknologi. Pendidikan kini tidak berfokus pada akademik saja, namun nilai-nilai moral juga harus diutamakan. Agar Indonesia bisa tetap mempertahankan kelangsungan hidup serta menghasilkan SDM yang siap untuk bersaing dan siap menghadapi era perkembangan teknologi. Baca juga: Checklist Kesiapan Kampus Untuk Adopsi Teknologi