Aku, 6:45
Lantunan suara adzan subuh berkumandang, segarnya angin pagi, dan tetesan embun yang membasahi kalbu. Sebuah perpaduan yang seakan menjadi pertanda untuk segera memulai aktivitas kala itu. Gerak cepat on the way ke kamar mandi, membersihkan badan agar tidak bau. Lantas menuju kamar untuk berganti di depan almari, memakai gagahnya seragam putih abu abu. Sembari mengintip meja makan yang menjadikan pagi itu bersemangat karena sudah disiapkan lauk ayam tempe dan tahu. Energi tercukupi, tak luput mengeluarkan sepeda apalagi minta orang tua sangu. Sego Segawe, Sepeda Kanggo Sekolah lan Nyambut gawe, motto itu adalah salah satu kewajiban untuk kami sehingga setiap harinya memakai sepeda itu untuk melaju. Mengayuh sepeda dan berangkat bersama dengan teman teman satu jalur yang tidak usah ditunggu. Di parkiran pun sepeda kayuh itu dan bersalaman dengan bapak ibu guru. Salam hangat dari pahlawan tanpa tanda jasa ke semua murid yang tertib dan datang tepat waktu.
Waktu menunjukkan pukul 7 kurang 15 menit, berkumandang lah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diikuti oleh sibuknya satpam menutup pintu gerbang utama sekolah sehingga tidak ada siswa yang melaju lagi. Semua berhenti berjalan dan beraktivitas sejenak untuk melantunkan sebuah pahit-manisnya perjuangan yang disusun menjadi sebuah lagu yang menyentuh hati. Semua yang sudah masuk di area sekolah pun melanjutkan kisahnya untuk belajar di dinding jurusan pilihan sanubari. Bagi siswa yang masih berada di depan gerbang sekolah, tentunya mereka mendapat sanksi. Bukan cuma ceramah dari bapak ibu guru konseling, tetapi aktivitas disiplin lah yang ditegakkan karena hari masih pagi. Hormat kepada sangsaka merah putih, menyapu halaman musala, membersihkan tanaman, lalu mengisi secarik form untuk bisa masuk kelas mulai jam ketiga yang tentunya menjadi sebuah kehilangan besar karena tidak mendapatkan ilmu serta materi.
Semua berawal dari keterpaksaan, semua tidaklah instan, berproses menuju karakter Indonesia dari sila pertama hingga sila kelima. Terpaksa-Biasa-Terbiasa akhirnya menjadi Luar Biasa. Bercita-cita setinggi langit, berusaha sekeras kuda, berbaur kesemua seperti angin, merendah seperti tanah, semua dimulai dari sekolah. Dimanapun tempat menimba ilmu, pasti mempunyai banyak hal yang dibanggakan. Ini adalah sedikit cerita tentang aku, yang menimba ilmu di pusat kota Yogyakarta, dengan segala aturan dan tindakan kedisiplinnya. Perjuangan memang terasa berat saat dilakukan, tetapi Ketika berhasil, kita bisa mengenang dan menceritakan perjuangan yang dahulu ditempuh sampai tersadar, ternyata proses keras itu bisa membentuk sifat, karakter, dan kepribadian. Karena Pendidikan bukan hanya sekedar kompetisi untuk memperoleh peringkat terbaik, tetapi juga bagaimana seseorang bisa mendapatkan nilai-nilai yang tersirat dalam setiap proses belajar mengajar yang dilakukan. Aku adalah salah satu dari karakter itu, ya, Aku, 6:45.