Aku ini salah jurusan atau salah pekerjaan ya?
Pernah mendengar kalimat “saya ini salah jurusan” atau “saya ini salah pekerjaan” atau bahkan merasa bahwa pribadi sendiri salah jurusan atau pekerjaan? Rasanya itu bisa terjadi kepada siapapun bahkan saya sendiri mengalaminya beberapa puluh tahun silam. Perbedaan antara ekspektasi dan realita ketika mengenyam pendidikan perguruan tinggi atau di kampus, secara umum menjadi penyebab munculnya kalimat tersebut.
Sebagai seorang lulusan Ilmu Ekonomi dari sebuah kampus besar di Jogja, tentulah saya membawa harapan besar bahwa nantinya ketika sudah lulus dan menyandang gelar Sarjana Ekonomi, saya bisa langsung bergabung di salah satu institusi pemerintahan.
Kenapa institusi pemerintahan? Ya karena di jurusan Ilmu Ekonomi ini secara garis besar mempelajari ekonomi mikro, makro serta alat analisa. Sehingga sangat lumrah bagi seorang lulusan Ilmu Ekonomi, menjadi anggota institusi pemerintahan adalah dream job atau pekerjaan impian kami. Namun bagaimana dengan realitanya? Tidak sebandingnya formasi yang dibuka dengan jumlah lulusan yang ada, serta ketatnya seleksi masuk menjadikan kegagalan itu adalah sebuah kemungkinan yang harus siap ditemui, dan ternyata saya menemuinya. Hal tersebut menjadi pembelajaran pertama sebagai seorang lulusan perguruan tinggi. Mendapatkan sebuah pekerjaan tidak semudah mendapatkan nilai terbaik di kelas ataupun lulus dengan tepat waktu dari kampus.
Pembelajaran itu juga yang serta merta mendorong agar segera mendapatkan sebuah pekerjaan. Berjodohlah saya dengan sebuah posisi di salah satu korporasi swasta khususnya di bidang HR atau Human Resources, yap sebuah tim yang berfokus pada pengelolaan sumber daya manusia. Namun bagaimana seorang lulusan Ilmu Ekonomi bisa terjun ke dunia HR?
Dunia Human Resources yang identik dengan lulusan psikologi, lulusan yang mana memang sudah dibekali dengan ilmu matang mengenai tingkah laku dan hubungan antar manusia baik di industri maupun di masyarakat. Sungguh sebuah bidang baru yang sama sekali belum pernah saya pelajari sebelumnya. Saat itu posisi yang saya ampu adalah HR Officer, yang secara teknis mengurus administrasi dan pengelolaan kepegawaian Perusahaan. Layaknya karyawan baru saya menemukan beberapa kendala di awal masa kerja, walaupun hal tersebut tidak berlangsung lama, seperti proses adaptasi kebiasaan ataupun budaya perusahaan yang membutuhkan waktu yang tidak cepat, kurangnya pemahaman teknis pekerjaan, tuntutan untuk terus memberikan output sempurna dalam pekerjaan, dan masih minimnya inisiatif untuk bertanya kepada senior.
Pada pengalaman saya, kendala tersebut akan lebih mudah direduksi apabila kita memiliki pengalaman lain diluar bangku perkuliahan kampus. Pengalaman yang dimaksud disini adalah pengalaman nonformal yang mendukung berkembangnya soft skill ketika masih mahasiswa. Pengalaman berinteraksi dan berkomunikasi ketika menjadi anggota organisasi kampus atau pengalaman berdiskusi serta bertukar pendapat ketika mengikuti komunitas tertentu dapat mendukung berkembangnya soft skill tersebut. Pengalaman inilah yang secara tidak sadar membantu mempercepat proses adaptasi serta memunculkan sikap inisiatif di lingkungan baru.
Bagaimana dengan pengembangan knowledge pekerjaan? Secara sadar sebagai lulusan bidang ilmu yang berbeda dengan kualifikasi kebanyakan Human Resource, maka saya perlu kesadaran tinggi untuk meningkatkan terus kompetensi pribadi. Berkaca pada pengalaman terdahulu, ada beberapa hal yang saya lakukan dan terbukti efektif, diantaranya:
- Menumbuhkan ketertarikan akan bidang pekerjaan yang ditekuni, hal ini secara otomatis akan memunculkan motivasi untuk mendalami lebih lanjut bidang tersebut.
- Temukan fokus utama dari pekerjaan tersebut baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, hal ini akan memberikan kita panduan bagaimana harus berperilaku dan berpikir ketika menduduki posisi tersebut.
- Mencari rujukan literasi mengenai bidang pekerjaan yang ditekuni, bisa dari sebuah situs, blog atau ulasan artikel tertentu. Saya banyak mempelajari ketentuan ketenagakerjaan dari beberapa sumber situs yang memang mengkhususkan di bidang tersebut.
- Mencari grup atau kelompok diskusi pada bidang yang sama, disini kita bisa mendapatkan isu–isu terkini mengenai Human Resource Development beserta pembahasannya. Selain itu kita mendapatkan gambaran mengenai kondisi tim Human Resource diluaran sana sehingga dapat menjadi komparasi dengan apa yang ada di internal Perusahaan.
- Mencari mentor pribadi, mentor yang dimaksud disini adalah orang yang dianggap lebih mampu dan kompeten di bidang pekerjaan yang ditekuni. Fungsi mentor ini sebagai pihak luar yang dapat memberikan pendapat, arahan, dan masukan secara objektif tanpa harus masuk di operasional. Mentor saya kala itu adalah seorang senior Human Resource yang kemudian mengabdi di salah satu institusi pemerintah pusat, beliau sangat membantu membuka wawasan tentang HR di awal karir saya.
- Menjalin hubungan komunikasi dengan tim lain di waktu senggang, hal ini akan membantu kita memahami Perusahaan secara utuh.
- Terakhir tentu saja dengan mengikuti pelatihan atau training, dari training yang diikuti, secara perlahan pemahaman mengenai Human Resource saya berkembang.
Setelah menilik ketujuh poin diatas apakah artinya ilmu yang didapatkan ketika di bangku kuliah sudah tidak digunakan lagi? Jawabannya bisa ya ataupun tidak. Ya apabila mengartikan teori–teori ekonomi yang sama sekali tidak relevan dengan pekerjaan, namun bisa dikatakan tidak apabila yang dimaknai disini adalah proses pembelajaran di bangku kampus. Pembelajaran akan penyusunan data yang baik, pembelajaran mengenai kemampuan analisa terhadap pemecahan masalah ataupun pembelajaran disiplin waktu yang ditanamkan di bangku kuliah. Ilmu Ekonomi adalah sebuah jurusan yang kaya akan data serta cara perhitungannya, sehingga saya sama sekali tidak kesulitan ketika menangani pengolahan atau perhitungan data ketika mengampu HR.
Jadi apakah salah jurusan atau salah pekerjaan? Pertanyaan yang menarik, namun bagi saya, yang ada hanyalah salah pemahaman, pemahaman bahwa terdapat banyak varian pekerjaan di luar institusi pemerintah. Pemahaman bahwa berbekal ijazah kampus bergengsi tidak menjamin mudahnya mencari pekerjaan. Merintis karir itu diibaratkan membangun rumah, apabila kita sudah memiliki pondasi yang kuat maka kita akan mendapatkan bangunan yang kokoh. Kalau pondasi disini kita artikan sebagai motivasi yang kuat, maka walaupun banyak kendala maka kita kan tetap mencoba untuk menghadapi dan menyelesaikannya.
Sebuah pemikiran dari Fathurrahmawati Arika Sari