Topik bahasan perguruan tinggi kali ini akan sedikit spesifik. Line-up produk eCampuz dalam solusi keuangan ada beragam. Jika ada kampus yang meminta solusi sistem informasi keuangan, eCampuz akan mempertimbangkan apakah kampus tersebut Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Perguruan tinggi negeri pun, akan dibagi lagi menjadi 3 variasi: PTN Satker Murni, PTN BLU, dan PTN BH. Jenis PTN sangat mempengaruhi bagaimana kampus mengelola perencanaan anggaran, pengelolaan keuangan (treasury), sampai ke proses pencatatan akuntansi.
Kita akan mengulas problematika bagaimana pengelolaan keuangan di salah satu variasi PTN, yaitu Badan Layanan Umum (BLU). Perguruan tinggi BLU, secara sederhana adalah perguruan tinggi yang sudah memiliki sedikit fleksibilitas untuk mengelola organisasi terutama pengelolaan anggaran dan keuangan.
Situs djpbn.kemenkeu.go.id merilis daftar statistik kampus-kampus atau satker pendidikan yang berstatus BLU sebanyak 47 universitas, 4 sekolah tinggi, 4 akademi, 29 politeknik kesehatan dan non-kesehatan, dengan total seluruh kampus BLU adalah 84 kampus. Menurut Bapak Nanang Ruswianto, direktur PT Solusi Kampus Indonesia, PTN BH (Perguruan Tinggi Berbadan Hukum) saat ini berjumlah kira-kira 12 dan akan terus bertambah mengingat ada kebijakan baru dari ‘Mas Menteri’ yang berkaitan dengan Merdeka Belajar, Kampus Merdeka. PTN didorong untuk menjadi PTN BH, yaitu level yang paling paripurna dalam mengelola keuangan secara penuh. Tapi banyak yang kurang sepakat sebab di PTN BH, kampus seolah-olah mengomersialisasikan pendidikan, terutama jika tidak berhati-hati. Hal ini harus diluruskan agar kampus tetap sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, sesuai amanah UU, yaitu lembaga pendidikan bersifat nirlaba, atau tidak berorientasi kepada profit. Semua profit yang dihasilkan dari penyelenggaraan pendidikan akan dikembalikan lagi ke tri dharma perguruan tinggi, entah untuk penelitian, menghasilkan intelektual properti, atau pun pengabdian kepada masyarakat.
Demikian sedikit pengantar.
Dyah Fajar Nur Rohmah, tim kawakan eCampuz yang akrab disebut Mbak Dyah, sudah sering mengawal implementasi sistem keuangan di beberapa perguruan tinggi. Kali ini kita akan sedikit berbagi pengalaman dengan Mbak Dyah dalam menyiapkan implementasi. Produk sistem keuangan eCampuz salah satunya adalah eFinansi, yang di dalamnya terdapat 4 modul: anggaran, keuangan, akuntansi, dan pembayaran mahasiswa. Penting diketahui bahwa sentral dari pengelolaan organisasi berada pada proses keuangan dan akuntansi.
Baca juga: Pelaporan Keuangan Universitas
Apa sih yang perlu disiapkan kampus untuk beralih dari PTN Murni ke PTN BLU?
Dari pengalaman diskusi dengan teman-teman di kampus yang baru menjadi BLU, menurut Mbak Dyah, ketika mengadakan sistem informasi kampus-kampus memiliki kendala:
- Sumber Daya Manusia: BLU harus ada tupoksi yang berbeda, harus ada pimpinan BLU yang sesuai dengan standar kompetensi, harus ada operator, dan pejabat keuangan. Hal-hal tersebut justru baru didiskusikan oleh kampus saat pengadaan sistem informasi, bukan sebelum pengadaan sistem informasi.
- Proses Pengelolaan: kalau proses pengajuan anggaran mungkin hampir sama antara Satker dengan BLU, yang membedakan hanya istilah. Selain istilah, perbedaan juga terdapat dalam proses realisasi anggaran. Realisasi untuk sumber dana BLU itu tergantung kebijakan instansi masing-masing. Ini yang kadang ditanyakan oleh kampus yang baru BLU baiknya seperti apa. Hampir sebagian besar kampus BLU yang di-support oleh eCampuz, disamakan dengan proses RM (Satker Murni), alias prosedurnya masih sama.
- Standar Pelayanan Minimal: ketika kampus diangkat sebagai BLU, artinya kampus harus ada gambaran, (pelayanan umum) apa yang akan diberikan kepada publik. Ini tertuang dalam SPM, dan paling lama didiskusikan. Diharapkan ketika kampus melakukan pengadaan sistem informasi keuangan, hal ini telah ditentukan.
Status BLU saat ini memang mengarah ke pengelolaan yang lebih fleksibel. Banyak Satker non-pendidikan yang bersedia ketika ditantang untuk menjadi BLU karena merasa pengelolaan keuangan akan menjadi tidak terlalu terikat birokrasi—uang masuk harus ke negara baru kemudian diminta lewat KPPN. Kerumitan birokrasi semacam ini kadang jadi momok bagi pengelola keuangan sehingga ketika ada tawaran menjadi BLU, Satker langsung semangat ‘45 karena merasa punya kapasitas untuk menghasilkan pendapatan lebih. Padahal seperti yang sebelumnya dijelaskan, untuk menjadi BLU perlu disiapkan terkait SDM, pejabat BLU, dan dewan pengawas.
Menurut panduan BLU, komposisi tim dewan pengawas ini dipengaruhi oleh nilai omset yang diprediksi, sampai struktur yang terlibat harus ada dari kementerian terkait dan Kemenkeu. Di sektor pendidikan, BLU saat ini berada di bawah 3 Kementerian yaitu: Kemendikbud, Kemenag, dan Kementerian lembaga terkait, misal STIP, PIP, BP3IP, STTD yang berada di bawah Kementerian Perhubungan. Itu artinya stakeholder perguruan tinggi sesungguhnya bertambah, walaupun secara pengelolaan operasional sehari-hari jadi lebih sederhana.
Perbedaan Satker Murni (Rupiah Murni) dengan BLU dan Bagaimana Cara Menjadi PTN BLU
Dari segi struktur pengelola perbendaharaan, sebagian besar perguruan tinggi BLU berbeda dengan perguruan tinggi Satker Murni, meskipun hal ini tidak terlepas dari kompleksitas atau ukuran kampus itu sendiri. Perguruan tinggi BLU umumnya membedakan bendahara penerimaan dan bendahara keluaran antara BLU dengan, sebut saja, non-BLU, sedangkan kampus dengan prodi lebih kecil biasanya tidak memisahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Rupiah Murni (RM) dengan PPK BLU. Artinya, jika penerimaan lebih besar maka ada kecenderungan struktur kampus lebih lebar.
Secara teknis, hal yang perlu diperhatikan agar perguruan tinggi negeri bisa menjadi BLU adalah kinerja keuangan. Kinerja keuangan perguruan tinggi menjadi BLU memiliki penerimaan minimal 15 milyar rupiah. Perguruan tinggi negeri juga diharapkan memiliki skor kelayakaan di atas 150, dan rasio PNBP biaya operasional dengan biaya gaji perlu menghindari inefektivitas agar kongruen dengan tujuan awal untuk memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan dana.
Selain memperhatikan persyaratan teknis, PTN yang ingin bertransformasi menjadi BLU juga perlu memperhatikan data keuangan, misal data rencana anggaran. Menilik pengalaman Mbak Dyah dalam mendampingi implementasi SI keuangan PTN BLU, data rencana anggaran umumnya tidak ada kendala berarti untuk didapatkan tim pengembang sistem. Kendala justru muncul saat pihak kampus harus menyediakan data tarif layanan BLU kepada tim eCampuz. Tarif layanan BLU ini berkaitan dengan proses penyiapan data target penerimaan, juga seperti apa realisasi penerimaan di kampus nanti. Misal, jika PTN BLU ingin membuka layanan sewa asrama, tarif sewa perlu ditentukan agar PTN bisa membuat target penerimaan untuk layanan sewa asrama tahun anggaran yang akan datang.
Kendala lain terkait data juga ditemui ketika kampus diminta mengumpulkan tarif standar biaya untuk sumber dana BLU. Beberapa kampus, karena mata anggaran antara RM dan BLU berbeda, ingin agar tarif standar biaya BLU dibedakan dengan standar biaya RM tetapi masih belum ada perhitungan berapa standar biaya yang ingin mereka gunakan.
Perbedaan lain PTN Satker Murni dengan PTN BLU adalah kegiatan PTN. Jika PTN Satker Murni melaksanakan kegiatan berbasis fungsi, maka PTN BLU melaksanakan kegiatan berdasarkan basis kinerja—meskipun berdasarkan pengalaman, belum semua PTN BLU beralih ke basis kinerja.
Aturan-aturan tersebut sudah terdapat dalam manual BLU; bagaimana PTN BLU harus menyusun tarif, menyusun dan mempersiapkan organisasi PTN BLU, sampai menyesuaikan sistem perencanaan anggaran, tidak sekadar ingin menghabiskan anggaran.
Peran Teknologi dalam Mengelola Keuangan PTN BLU
Dari sisi perbendaharaan (treasury), sejauh ini untuk pengelolaan sumber dana BLU belum ada sistem dari kementerian. Saat ini sistem informasi keuangan dari eCampuz, yaitu eFinansi, bisa mempermudah teman-teman bagian keuangan kampus BLU, mulai dari pengajuan pencairan sampai proses pencairan, karena BLU harus membuat rekapitulasi pengesahan belanja. Setiap selesai pencairan, kampus harus merekapitulasi pencairan tersebut menjadi SP3B di KPPN. Sistem informasi yang ditawarkan eCampuz membantu proses mendapatkan data rekapitulasi menjadi lebih cepat karena semua data sudah masuk ke dalam sistem dan tersimpan, kemudian dapat diekspor ke dalam file Excel.
Integrasi eFinansi dengan aplikasi negara sudah dibuatkan satu service yang dapat diakses oleh server Bios untuk mendapatkan data saldo, seperti kas dan total pengeluaran. Aplikasi eFinansi juga sudah disesuaikan dengan syarat API di Bios sehingga eFinansi langsung dapat terhubung dengan Bios melalui web service.
Satker BLU memang seharusnya sudah familiar dengan pemanfaatan teknologi untuk menjalankan tata kelola yang maksimal terkait layanan unggulan kampus pasti membutuhkan sistem informasi. Salah satu pelanggan eCampuz juga ada yang menerapkan penggunaan (utilisasi) aset-aset yang mereka miliki sehingga memiliki pendapatan BLU. Ketika utilisasi aset untuk menambah pendapatan BLU ini masih dilakukan manual, kampus akan jauh tertinggal.
Latar belakang Satker BLU jika diperhatikan memang euforia. Kampus ingin ikut menjadi BLU karena sudah banyak yang menjadi BLU, atau mungkin “diprovokasi” oleh forum tertentu. Kampus perlu mempertimbangkan kesiapan data dan organisasi sebelum menjadi BLU, seperti yang sudah diuraikan di atas. Kampus BLU bisa dibilang seperti berdiri di atas dua kaki karena mereka harus mengelola dua mata anggaran yang berbeda, dan tentu ini membutuhkan sentuhan teknologi agar prosesnya lebih efektif dan efisien.
Baca juga: 3 Ciri Kampus Menjalankan Pengelolaan BLU Dengan Benar